Minggu, 17 April 2011

Arhat : 2803 ha Lahan Tambang Masuk Hutan Lindung


LABUAN BAJO, Luas kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan di Waning, kecamatan Kuwus, kabupaten Manggarai Barat mencapai 12.000 ha lebih. Dari luas areal yang ada, didalamnya tercatat 2803 ha lahan ternyata masuk kawasan hutan lindung yang belum mendapat izin dari pemerintah pusat.

Kadis Pertambangan dan Energi Kab Manggarai Barat
“Setelah kita telusuri ternyata luas lokasi tambang di Waning semuanya 12 ribu ha lebih yang didalamnya ternyata ada kawasan hutan lindung seluas 2803 ha. Kami yakin, pihak investor belum mengantongi izin dari pemerintah pusat,”tandas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Rafael Arhat kepada wartawan di kantor bupati, beberapa waktu silam.
Dikatakan luasnya areal tambang yang mencapai 12 ribu hektar ini bias dibayangkan sejumlah kawasan hutan dan pemukiman penduduk akan terkena dampak. Hal ini dibuktikan dengan masuknya kawasan hutan lindung dalam kawasan tambang di Waning ini. Dia mengaku dirinya merasa heran sampai mendapat izin tambang yang luas lokasi bisa mencapai belasan hektar seperti ini. Menurut Arhat, itu baru di Waning, untuk lokasi tambang emas di Batu Gosok, kecamatan Komodo, pihak investor telah mengantongi kawasan tambang mencapai 2 ribu hektar yang bisa saja masuk separuh kota Labuan Bajo.
Dijelaskan sejak pemerintah daerah mengeluarkan moratorium yang ditujukan kepada para investor tambang, sampai saat ini pihaknya belum menerima pengaduan atau protes dari 10 perusahaan lainnya yang sudah mengantongi izin kuasa tambang. Yang sudah menyampaikan keberatan hanya PT.Aneka Tambang yang mengusulkan agar instansinya mengeluarkan izin untuk dilakukannya studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Sayangnya, permintaan ini belum bisa dikabulkan mengingat pemerintah dan pihak gereja serta masyarakat pencinta lingkungan sudah punya sikap tegas menolak tambang.
Wakil Bupati Manggarai Barat, Gasa Maksimus menegaskan keberpihakan pemerintah daerah jelas melindungi dan menjaga masyarakat. Karena itu jika tidak ada ruang untuk masyarakat bermukim dan bertani hanya karena tambang maka pemerintah mempunyai kewajiban bersikap. Dia mencontohkan, seperti tambang di Metang, kecamatan Kuwus, lokasi tambang langsung dengan pemukiman penduduk sementara masyarakat sekitar punya mata pencaharian pokok bertani, apakah hal ini dianggap layak. “Kebijakan harus mempertimbangkan kearifan lokal. Kepentingan masyarakat dan lingkungan di atas segalanya,”tegasnya.(Hans)
sumber, Wartasemesta.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar